Jakarta, Satunusanet.com – Kunjungan keluarga besar Lippo Group ke kediaman Presiden ke-7 Republik Indonesia telah memicu pertanyaan publik, terutama mengingat sorotan DPR terhadap perusahaan tersebut terkait dugaan penyerobotan lahan dan belum adanya penyelesaian yang jelas. Kasus ini semakin diperumit oleh dugaan upaya Lippo Group untuk menunda penyelesaian masalah dan menghindari konsekuensi hukum.
Berbagai laporan masyarakat terkait penyerobotan lahan oleh Lippo Group telah berulang kali mencuat ke permukaan. Hingga kini, belum ada penyelesaian yang memuaskan atau kompensasi yang dibayarkan kepada pemilik lahan yang sah. Hal ini, menurut beberapa pihak, turut berkontribusi pada permasalahan yang dihadapi Lippo Group dalam proyek Meikarta. Pembangunan di atas lahan tanpa izin dan tanpa kompensasi kepada pemilik lahan, namun tetap dilanjutkan dengan penjualan unit kepada masyarakat, menjadi sorotan utama. Praktik ini dinilai sebagai bentuk mafia tanah yang merugikan masyarakat kecil.
Reza Sidiq, kuasa hukum beberapa pemilik lahan yang terdampak, menyatakan bahwa Lippo Group tidak memberikan tanggapan yang jelas terkait tuntutan mereka. Justru, Lippo Group diduga berupaya membiaskan masalah dan menguasai lahan tanpa membayar hak pemiliknya. Kunjungan ke kediaman Presiden ke-7 ini menimbulkan spekulasi mengenai upaya Lippo Group untuk mengamankan diri atau merumuskan strategi baru untuk menghindari tanggung jawab.
Publik pun mempertanyakan apakah “julukan” Lippo sebagai “9 Naga” akan mempersulit upaya penegakan hukum. Kekhawatiran muncul bahwa masalah ini baru akan mendapatkan perhatian luas setelah menjadi viral dan tidak terbendung lagi, dengan Lippo Group kembali menggunakan strategi yang sama untuk membiaskan masalah. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) menyatakan akan mengawal kasus ini untuk memastikan keadilan bagi para korban. Pemerintah, khususnya Badan Pertanahan Nasional (BPN), diharapkan dapat mengambil langkah tegas untuk memberantas praktik mafia tanah dan melindungi hak-hak masyarakat kecil.
Reporter: Johan Sopaheluwakan
