Jakarta, satunusanet.com – RUU KIA mendapat perhatian dikarenakan adanya perubahan peraturan cuti hamil dan melahirkan, yakni penambahan waktu menjadi 6 bulan dari sebelumnya 3 bulan di UU Ketenagakerjaan.
Ketua DPR RI Puan Maharani menegaskan bahwa RUU KIA bertujuan agar tumbuh kembang anak sebagai penerus bangsa dapat berjalan dengan baik, dan menitikberatkan pada masa pertumbuhan emas anak atau golden age.
Isi RUU KIA
RUU KIA yang akan dibahas oleh DPR ini berisi total 9 bab dengan 44 pasal yang membahas tentang kesejahteraan ibu dan anak.
Kesejahteraan Ibu dan Anak yang dimaksud dalam RUU ini, tertuang dalam pasal 1 ayat 1 yaitu kondisi yang menjamin terpenuhinya hak dan kebutuhan dasar ibu dan anak dalam keluarga.
Kebutuhannya pun dapat bersifat fisik, psikis, sosial, ekonomi, dan spiritual.
Hal ini juga supaya anak dapat mengembangkan diri secara optimal melalui adaptasi, hubungan, pertumbangan, afeksi, dan pemecahan sesuai fungsi sosial dalam perkembangan kehidupan masyarakat.
Salah satu tujuan yang tercantum dalam pasal 3 yaitu meningkatkan kualitas hidup ibu dan anak jadi lebih baik untuk mencapai kesejahteraan lahir serta batin.
Cuti melahirkan untuk ibu berdasarkan RUU KIA
Cuti hamil dan cuti melahirkan merupakan salah satu hak pekerja perempuan yang harus dipenuhi oleh perusahaan.
Pada RUU KIA, dibahas juga mengenai ketentuan cuti melahirkan serta hak dan kewajiban ibu yang bekerja.
Hak-hak tersebut dijelaskan dalam pasal 4 ayat 2, antara lain:
- mendapatkan cuti melahirkan paling sedikit 6 bulan
- mendapatkan waktu istirahat 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan jika mengalami keguguran
- mendapatkan kesempatan dan tempat untuk melakukan laktasi (menyusui, menyiapkan, dan/atau menyimpan air susu Ibu perah (ASIP)) selama waktu kerja
- mendapatkan cuti yang diperlukan untuk kepentingan terbaik bagi anak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Lebih lanjut, dalam pasal 5 ayat 1 dan 2 juga disebutkan:
Setiap ibu yang melaksanakan cuti melahirkan tidak dapat diberhentikan dari pekerjaannya.
Ibu pekerja yang cuti melahirkan juga tetap mendapatkan gaji secara penuh atau 100% untuk 3 bulan pertama dan 75% untuk 3 bulan berikutnya.
Dari hak ibu pekerja di atas, ada perubahan terkait peraturan cuti melahirkan dari sebelumnya yang tercantum dalam UU Ketenagakerjaan.
Cuti melahirkan dari 3 bulan jadi 6 bulan.
Kantor dan perusahaan sekarang diwajibkan untuk menyediakan fasilitas untuk mendukung kegiatan laktasi selama di kantor.
Sekarang, suami juga bisa mengajukan cuti menemani sang istri dengan durasi yang lebih lama.
Cuti melahirkan untuk suami dalam RUU KIA
Menurut UU Ketenagakerjaan, pada pasal 93 ayat 4 suami dapat mengajukan cuti selama 2 hari saat istri melahirkan atau mengalami keguguran dan tetap mendapatkan haknya secara penuh.
Dalam RUU KIA saat ini, cuti melahirkan untuk Ayah diatur dalam pasal 6 ayat 1 dan 2.
Pada pasal 6 ayat 1 dijelaskan: “untuk menjamin pemenuhan hak ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat 1, yaitu mendapatkan pendampingan saat melahirkan atau keguguran dari suami dan/atau keluarga, maka suami wajib mendampingi.“
Pada pasal 5 ayat 2 dijelaskan: “suami berhak mendapatkan cuti pendampingan melahirkan paling lama 40 hari atau keguguran paling lama 7 hari.”
Seiring dengan perubahan periode waktu cuti melahirkan untuk ibu pekerja, cuti melahirkan bagi suami sebagai pendamping juga berubah.
Sebelumnya hanya 2 hari menjadi paling lama 40 hari.
Pasal “Kewajiban Ibu” dalam RUU KIA
Selain perubahan yang ada di atas, ada juga tambahan pada RUU KIA tentang kewajiban ibu yang dijelaskan pada pasal 10 ayat 1, yaitu menyebut bahwa ibu wajib untuk :
- menjaga kesehatan diri selama kehamilan
- menjaga kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak sejak masih dalam kandungan
- memeriksakan kesehatan kehamilan secara berkala
- mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak dengan penuh kasih sayang
- mengupayakan pemberian air susu ibu paling sedikit 6 bulan kecuali ada indikasi medis, ibu meninggal dunia, atau ibu terpisah dari anak
- memberikan penanaman nilai keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan budi pekerti pada anak
- mengupayakan pemenuhan gizi seimbang bagi anak
- mengupayakan lingkungan yang mendukung tumbuh kembang anak
- memeriksakan kesehatan ibu dan anak secara berkala pada fasilitas kesehatan
Selanjutnya dalam ayat 2 dijelaskan:
“kewajiban yang tercantum pada ayat 1 di atas dilaksanakan dan ditanggung bersama oleh ibu dan ayah demi kepentingan anak, dengan dukungan keluarga dan lingkungan.”
Dalam situasi ibu meninggal dunia, ibu terpisah dari anak, atau ibu secara medis tidak dapat melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat 1, maka pasal 10 ayat tiga menyebut:
“kewajiban ibu dibebankan kepada ayah dan/atau keluarga.”
Jika ayah dan/atau keluarga meninggal dunia, ayah dan/atau keluarga terpisah dari anak, atau ayah dan/atau keluarga tidak dapat melaksanakan kewajiban di atas, maka menurut pasal 10 ayat 4 RUU KIA:
“kewajiban anak dibebankan pada negara, orang, atau badan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”