Jakarta, satunusanet.com – Imunoterapi diyakini mampu meningkatkan angka harapan hidup pasien penderita kanker.
Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia (YKI) Prof. Dr. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, SpPD-KHOM, FINASIM, FACP mengatakan, imunoterapi menjadi salah satu terobosan di dunia medis yang dapat meningkatkan angka harapan hidup pasien kanker.
“Dalam perkembangannya, ternyata (imunoterapi) diketahui efektif terhadap kanker paru, kanker payudara, dan kanker serviks yang angka kasusnya terbesar ini. Sehingga, meningkatkan harapan hidup yang cukup besar,” kata Aru saat diskusi virtual, beberapa waktu lalu.
Imunoterapi merupakan inovasi pengobatan kanker terbaru yang dapat meningkatkan kemampuan sistem kekebalan tubuh individu untuk mengenali dan menyerang sel kanker.
Aru menjelaskan, sel kanker memiliki kemampuan untuk menyamarkan diri sehingga sulit dihancurkan oleh sistem kekebalan tubuh. Namun dengan imunoterapi, sistem kekebalan tubuh dapat ditingkatkan sehingga mampu mendeteksi sel kanker untuk kemudian dihancurkan.
Imunoterapi merupakan salah satu modalitas terapi kanker selain pembedahan, radioterapi, terapi hormonal, terapi target, dan kemoterapi.
Untuk menentukan terapi yang tepat, dilakukan berbagai tes seperti Programmed Death-ligand 1 (PD-L1). PD-L1 adalah protein transmembran yang berperan penting dalam menekan dukungan adaptif dari sistem kekebalan selama peristiwa atau kondisi tertentu.
Tes dengan PD-L1 imunohistokimia pada pasien akan menunjukkan tingkat ekspresi PD-L1 pada jaringan tumor. Semakin tinggi ekspresi PD-L1, respon akan semakin baik terhadap imunoterapi.
Hasil uji klinis menunjukkan, pengobatan imunoterapi dapat membantu menghentikan atau memperlambat pertumbuhan sel kanker, mencegah kanker menyebar ke bagian tubuh lain dan membantu sistem kekebalan tubuh bekerja lebih baik dalam menghancurkan sel kanker.
Pada pasien kanker paru, Aru mengatakan imunoterapi memberikan angka harapan hidup 5-tahun sebesar empat kali lebih tinggi dibandingkan standar pengobatan kemoterapi dan menurunkan angka risiko terjadinya efek samping berat hingga 22 persen.
“Sedangkan pada pasien kanker payudara tripel negatif (TNBC) yang dirawat dengan kombinasi imunoterapi dan kemoterapi, dapat mengurangi risiko kematian hingga 27 persen.” imbuh Aru.
Sementara untuk kanker serviks, American Society of Clinical Oncology (ASCO) baru-baru ini menerbitkan pedoman medis bagi pasien kanker serviks yang telah mengalami kekambuhan. Data uji klinis dari kombinasi imunoterapi dengan standar pengobatan sebelumnya dapat memberikan manfaat 35 persen lebih baik, di mana penyakit tidak mengalami perburukan dan memberikan angka harapan hidup 33 persen lebih lama.
Imunoterapi kini telah tersedia di rumah sakit yang mengalami pengobatan kanker. Namun, Aru mengatakan, tidak semua jenis kanker paru, kanker payudara, dan kanker serviks dapat diterapi dengan imunoterapi.
“Pasien tetap perlu berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter untuk mengetahui pengobatan yang terbaik sesuai kondisi masing-masing pasien,” tutup Aru.