Jakarta, satunusanet.com – Dengan peradaban yang makin modern, media pun memegang peranan penting. Bukan saja untuk memudahkan berbagai tugas maupun pekerjaan yang dilakukan namun dalam pergaulan, media, khususnya media sosial, menjadi yang utama dalam pergaulan.
Khususnya bagi anak remaja jaman ini. Secara kasat mata memang harus diakui saat ini media sosial menjadi salah satu wadah bagi remaja untuk mengembangkan diri. Tak hanya dari sisi kreativitas, tapi juga belajar mengembangkan karakternya.
Sebab, media sosial hadir secara lengkap dengan nilai plus minusnya. Lewat media sosial, seorang remaja bisa bebas mengekspresikan idenya lewat tulisan, foto, dan video.
Dari rangkaian kebaikan ini, orang muda perlu diberikan panduan maupun bimbingan sehingga bijak dalam memanfaatkan media untuk hal-hal yang positif. Misalnya dengan menggunakan media sosial untuk membangun pencitraan. Membangun citra diri di media sosial, menurut pakar komunikasi, tidak melulu dilakukan oleh orang terkenal, tapi, juga oleh setiap pengguna media sosial.
“Sebagai individu, kita bisa membangun branding atau penokohan,” kata Ketua Program Studi Komunikasi, Universitas Sahid, Hayu Lusianawati, dalam webinar “Ngobrol Bareng Legislator – Jangan Asal Curhat di Media Sosial”, beberapa waktu lalu.
Membangun citra diri bisa menggambarkan seperti apa seseorang ingin dikenal sebagai seorang pengguna media sosial dan konten apa yang akan dibagikan. Misalnya, jika suka memasak, maka bisa mengunggah konten yang berkaitan dengan menu masakan.
Menurut Hayu, ada tujuh hal yang perlu diperhatikan ketika ingin membangun citra diri di media sosial. Hal yang paling awal bisa dilakukan, pertama dan kedua, dengan memperkenalkan diri dan mengunggah kegiatan sesuai dengan kesukaan.
Agar tidak monoton, buat variasi unggahan di media sosial. Misalnya jika suka memasak, setelah mengunggah konten tentang cara memasak, keesokan hari bisa mengunggah aktivitas yang sedang dilakukan.
Hayu mengingatkan konten yang diunggah semestinya adalah sesuatu yang nyata, yang memang dilakukan. Ini adalah penting untuk membangun kredibilitas.
Ketiga, menurut Hayu, media sosial bisa digunakan untuk membangun jejaring.
“Saat ini zaman kolaborasi,” kata Hayu.
Keempat, pengguna harus memahami popularitas dalam jaringan, misalnya hal apa yang sedang sering dibahas. Dalam hal ini, pengguna harus berhati-hati supaya tidak terjebak aktivitas yang tidak perlu sampai mengeluarkan kata-kata yang negatif di media sosial.
Ketika menyikapi hal yang sedang viral, menurut Hayu, penting juga untuk mengedepankan empati. Contohnya, tidak menuduh berbohong pada unggahan yang memuat musibah.
Kelima, pengguna sebaiknya beradaptasi dengan interaksi di media sosial. Misalnya, balas komentar atau ucapkan terima kasih pada teman yang menyukai unggahan.
Keenam, media sosial sejatinya adalah ruang untuk berteman di dunia maya. Maka, upayakan memberikan dukungan dan ujaran yang positif kepada teman-teman di media sosial.
Terakhir, evaluasi terhadap unggahan di akun media sosial, termasuk juga membaca lagi apakah unggahan sudah sesuai dengan apa yang ingin disampaikan.
Dalam acara yang sama, penasihat Forum Akademisi Indonesia, Aat Surya Safaat menyatakana ada enam hal yang sebaiknya tidak dilakukan di media sosial.
Hal tersebut adalah tidak boleh menyudutkan orang lain, tidak boleh menyinggung perasaan orang lain, tidak boleh mengadu domba, tidak boleh memprovokasi, tidak boleh mengambinghitamkan orang lain dan sebaiknya tidak membuat unggahan ketika sedang marah.
Demikian beberapa pandunagn untuk memanfaatkan sarana media sosial bagi pengembangan diri sehingga bisa tampil menjadi pribadi yang baik.