Jakarta, satunusanet.com – Pemilihan Umum yang akan dilaksanakan, telah ditetapkan pemberlakuannya. Dalam rangkaian kegiatannya, tak jarang terjadi sengketa atau konflik yang menambah persoalan dalam pemilihan.
Maklum saja, Pemilu adalah kegiatan yang periodik dengan maksud menempatkan seseorang dalam jabatan tertentu.Masa jabatan yang bersangkutan sudah diatur dalam konstitusi dan ketentuan perundang-undangan.
Sehingga Kalau sampai sengketa itu kemudian memangkas sedemikian rupa waktu mereka menjabat maka perlu ditegakkan hukum di atas segala ketidakpastian,
Penegasan akan hal ini disampaikan Anggota Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda. Ia menilai Indonesia memerlukan kodifikasi hukum acara dalam menangani perkara sengketa pemilu untuk menghadirkan kepastian dan keadilan hukum pada semua pihak.
“Kita perlu kodifikasi hukum acara sengketa pemilu, karena selama ini proses penyelesaian sengketa pemilu berjalan sendiri-sendiri di beberapa lembaga sehingga belum menghadirkan kepastian hukum,” kata Rifqi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (10/06/2022).
Dia mencontohkan sengketa di pemilihan kepala daerah (pilkada) yang diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK), dimana keputusannya dilakukan pemungutan suara ulang (PSU) beberapa kali yang seluruh prosesnya akan memakan waktu.
Menurut dia, dalam proses PSU yang berkali-kali akan memakan waktu dan menunda adanya kepastian hukum. Selain itu, yang lebih penting adalah memangkas periodisasi jabatan yang seharusnya menjadi hak pejabat publik yang memenangkan kontestasi.
“Pemilu ini adalah kegiatan periodik untuk menghasilkan pejabat yang periodik, masa jabatannya sudah diatur dalam konstitusi dan ketentuan perundang-undangan. Kalau sampai sengketa itu kemudian memangkas sedemikian rupa waktu mereka menjabat maka sebetulnya kita menegakkan hukum di atas segala ketidakpastian,” jelasnya.
Rifqi menyadari bahwa untuk melakukan kodifikasi hukum penyelesaian sengketa pemilu harus melibatkan berbagai pihak dan prosesnya di DPR harus lintas alat kelengkapan dewan.
Dia mencontohkan lembaga-lembaga yang terkait untuk menghadirkan kodifikasi hukum tersebut seperti KPU dan Bawaslu yang merupakan mitra kerja Komisi II DPR RI. Selain itu menurut dia, Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) yang merupakan mitra kerja Komisi III DPR.
“Hal ini sudah kami sampaikan dari Komisi II DPR RI kepada pimpinan agar bisa kita bantu selesaikan, untuk bangsa Indonesia bukan untuk kami yang akan jadi peserta saja. Ini untuk bangsa karena kita memerlukan kepastiannya, itu satu yang harus kita selesaikan,” katanya.